Banjaran Anoman

Jumat, 01 Juli 2011


Anoman kera berbulu putih seperti kapas. Ia adalah anak Betara Guru dengan Dewi Anjani, seorang putri bermuka dan bertangan kera.
Anoman juga bernama: 1. Maruti, karena mempunyai angin, seperti juga Raden Wrekodara dan oleh karenanya Anoman disebut juga saudara Wrekodara yang berkesaktian angin; 2. Ramadayapati, berarti yang diaku anak oleh Sri Rama; 3. Bayutanaya, berarti yang diaku anak Betara Bayu; 4. Kapiwara, berarti pendeta kera; dan 5. Anjaniputra, putra Dewi Anjani.
Bermula Anoman hidup pada jaman Sri Rama, membela Sri Rama
pada waktu kehilangan permaisurinya, Dewi Sinta,yang dicuri oleh raja raksasa Prabu Dasamuka dari negara Alengka. Anoman mendapat titah dari Sri Rama untuk menemui Dewi Sinta yang disembunyikan oleh Dasamuka di Alengka di sebuah taman bernama Taman Arga Soka. Anoman berhasil membawa kembali Dewi Sinta ke hadapan Sri Rama. Setibanya di Alengka, Anoman membakar istana Alengka hingga habis menjadi abu. Besarlah pembelaan Anoman bagi Sri Rama. Anoman berusia sampai lanjut.
Sehabis jaman Sri Rama, tiba jaman Pendawa, pada jaman mana Anoman mengasuh kelima Pendawa dan bertempat kediaman sebagai pendeta kera di Kendalisada. Anoman selalu menjadi tempat bertanya orang perihal yang sulit-sulit, karena dianggap sebagai pendeta yang waspada.
Anoman bermata plelengan putih, berhidung dan bermulut kera. Bersanggul kadal menek bersambung dengan ekornya yang memanjang dari bawah hingga menutupi sanggulnya dan dihiasi dengan gelang. Bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Berkuku pancanaka seperti Wrekodara. Berkaki kera. Berkain poleng seperti Wrekodara bentuk raton lengkap tak bertopong. Cat muka dan seluruh tubuhnya putih, menandakan bahwa ia kera ulas putih.
Tingkah laku Anoman pada waktu melaksanakan titah Sri Rama mencari Dewi Sinta, diceritakan sebagai berikut:
Jawa
Anoman melumpat sampun, prapteng witing nagasari,
mulat mangandap katingal, wanodya yu kuru aking,
gelung rusak awor lemah, kang iga-iga kaeksi.
Indonesia
Anoman telah meloncat, tiba di pohon nagasari,
memandang ke bawah tertampak seorang putri kurus kering, sanggul rusak terkena tanah, terlihatlah tulang rusuknya.
Ucapan ini dikenal secara meluas di dalam masyarakat Jawa.

0 komentar:

Posting Komentar